Selamat Datang!

Terimakasih Anda telah mengunjungi Blog sederhana ini. Jangan lupa, beri komentar....

Kamis, 13 Agustus 2009

Tazman, Jihad dan Keikhlasan

Tersebutlah, Tazman, seorang pemuda Arab. Ia memiliki fisik yang kuat, kuda tunggangan yang perkasa, baju perang dan pedang yang sempurna. Tapi apa daya, ia tertinggal dari pasukan yang tengah menuju Badar. Adalah suatu aib, jika seorang pemuda gagah yang sangat mampu untuk berperang, karena suatu sebab, ia tertinggal dari pasukannya. Penduduk madinah kemudian mencemoohnya. Stigma "pengecut" disebatkan di dadanya. Tazman menjadi buah bibir yang sangat mengusik perasaannya. Memalukan!.

Ditengah kegalauan dan rasa malu yang membuncah, ia melompat ke atas kudanya. Dengan persenjataan lengkap, Tazman meluncur dengan derasnya menuju medan perang Badar. Dengan semangat membara, ia terjang barikade musuh. 1, 2, 3,... 10 nyawa kaum kuffar melayang. Tazman petarung yang hebat!.

Usailah peperangan krusial itu. Para sahabat Rasulullah mendapatinya dalam keadaan bersimbah darah. Tidak bernyawa. Mereka berkata: "Ini Tazman! Ia telah syahid!. Tapi apa jawaban Rasulullah, Sang Panglima Perang. "Ia bukan ahli syurga!". Betapa jawaban itu membuat para sahabat bertanya-tanya. Bagaimana mungkin seorang Tazman yang gagah berani, yang telah menumpas puluhan musuh-musuh Islam berakhir dalam keadaan "bukan seorang Shuhada".???

Rupanya Jibril mengabarkan kepada Muhammad Rasulullah, bahwa ketika salah satu tangannya terluka akibat tebasan pedang musuh, ia merasa kesakitan yang teramat sangat. Dihunjamkanlah pedang itu ke dadanya, hingga ia terbunuh oleh pedangnya sendiri. Ia bunuh diri di tengah medan perang!. Dan ia tidak layak disebut sebagai syuhada.

Apa yang dapat kita ambil dari fragmen drama heroik perang Badar itu? Bahwa semangat berjihad saja belum cukup untuk menghantarkan kita ke pintu para syuhada. Perjuangan heroik di medan dakwah belumlah cukup menyempurnakan jalan dakwah. Berjihad harus dalam konteks "sebenar-benarnya berjihad" (QS. Al-Hajj: 78). Ia harus memenuhi wilayah "asholah da'wah". Wilayah kemurnian dakwah. Atau dalam bahasa populer, keikhlasan. Ya, keikhlasan-lah yang akan mem-paten-kan amal ibadah kita di hadapan Allah Azza wa Jalla(Al-Bayyinah: 5).

Keikhlasan akan men-steril-kan ruhani kita dari kepentingan-kepentingan pragmatis nan fana! Sangatlah tepat Imam An-Nawawi menempatkan Bab Ikhlas sebagai Bab Pertama dalam kitab hadits fenomenal : Arbain An-Nawawy".

Maka mulailah kita memperbaharui niat kita dalam memulai setiap aktifitas. Menjadi manusia yang ikhlas memang tidak mudah. Tetapi, sesuatu yang tidak mudah sangat mungkin menjadi mudah jika kita sudah beriltizam, memantapkan mental spiritual kita dalam menggapai ridho Allah 'Azza wa Jalla.

Sungguh sangat berbahagia jika kita dapati diri kita dalam wilayah orang-orang yang ikhlas. Wallahu A'lam. Semoga bermanfaat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar