Selamat Datang!

Terimakasih Anda telah mengunjungi Blog sederhana ini. Jangan lupa, beri komentar....

Jumat, 28 Januari 2011

Terimakasih Ibuku Sayang.....

Alhamdulillah kita ketemu lagi di Jum’at penuh berkah ini, begitu juga Anda moga-moga selalu dalam Ridho Allah dan selalu bernaung dalam lingkaran kehidupan yang Amazing.Amiin.

Hari ini.. saya kembali menemukan cerita Amazing. Sungguh Luar biasa cerita yang saya dapatkan dari seorang sahabat yang bernama Fatih G badar, hingga sang air mata ini pun tak sanggup menahan diri nya untuk ikut merasakan harunya kisah ini. serta berharap cerita ini bisa menjadi inspirasi dan motivasi yang baik untuk kehidupan yang jauh lebih baik juga tentunya. mmmh.. Gimana? Anda penasaran? Mari kita simak kisah berikut ini,


Aku menjelma bocah yang baru belajar shalat. Padahal aku tahu, engkau tengah berdiri di belakangku. Engkau mengiyakan harapan, yang malu dan ragu kusampaikan kepadamu. Engkau penuhi ingin yang kuharap sepanjang hidupku: shalat berjamaah denganmu.

Ibu sayang, engkau tahu, dulu aku kaukandung hanya sampai tujuh bulan. Aku anakmu, yang lahir taksempurna, yang bisa berjalan menjelang tahun berbilang dua. Aku tidak tahu kenapa Tuhan menakdirkanku prematur. Aku sempat tengadah ke langit, dan menyalahkan-Nya dengan kondisiku, karena pertumbuhanku yang taksempurna. Kini telunjuk yang dahulu kuarahkan ke langit, kutunjukkan kepada diriku sendiri. Telah kutemui alasan Tuhan menakdirkan prematur menjadi peristiwa kelahiranku. Takmungkin terjadi berdirinya kita di ujung senja, kalau dahulu Tuhan menakdirkanku lahir sempurna.

Engkau berdiri di belakangku, dengan mukena yang pernah kuhadiahkan untukmu. Aku tahu, taknyaman engkau memakai mukena itu. Karena mukena itu kebesaran di tubuh kurusmu. Tubuh yang darah dan dagingnya telah kauiris, dan kautempelkan di jasad kerempengku.

Engkau senandungkan iqamat. Bergetar hatiku, ibu. Sekian lama aku mendengar pangilan shalat. Baru kini merasuk ke dalam pembuluh darahku. Kita pun mulai menghadapkan wajah kita kepada Tuhan. Tuhan yang telah dengan ajaib merancang skenario ini buat kita.
Aku taksanggup membaca surat ketika lirih ‘amin’-mu di ujung fatihah-ku. Sungguh ibu sayang, itu ‘amin’ termerdu yang pernah kudengar selama aku menghirup hidup. Itu ‘amin’ terlezat selama aku mengecap nikmat.

“Innalilmuttaqiina mafazaa…”

Itu lirih suaramu mengingatkanku, karena takbecus mengimamimu. Tahukah engkau ibu, aku bukannya lupa dengan surat yang kubaca. Haru dan bahagia nyata telah melingkupiku kala itu. Aku sibuk memunguti bahagia dari Tuhan, sebagai ganti karena dia menakdirkanku prematur. Aku sibuk dengan air mata yang mengalir deras di pipi kasarku. Aku sibuk dengan kenyataan bahwa seharusnya semenjak lama ini kulakukan kepadamu. Aku sibuk dengan mengutuki diriku karena baru di bilangan dua tiga usia baru bisa kujumpai bahagia termahal di dunia.

“Innalilmuttaqiina mafaza..”

Engkau kembali mengingatkanku. Kusimpan sejenak bahagia itu. Kulanjutkan kewajiban yang telah kuselempangkan di bahuku. Tahukah engkau ibu sayang, lirih takbirmu ketika kita rukuk dan sujud hampir-hampir melolosi persendianku. Aku tahu, aku sering meneriakkan takbir di manapun kusuka; di jalanan, di tempat seminar, di manapun. Gempita kudengar takbir dari kawan-kawanku. Tapi semuanya itu kering, ibu sayang. Kering. Dan selama ini aku kekeringan dengan takbir yang hanya muncrat bukan dari hati yang paling lubuk. Takbirmu di kala sujud telah membasahiku dari kekeringan itu.

Salam telah kusampaikan. Engkau pun mengikuti. Kuhadapkan badanku ke hadapmu. Kauulurkan tanganmu tanpa kuminta. Kuambil tanganmu, kucium keriput kulitmu. Kautersenyum padaku. Banggakah engkau kepadaku, ibu sayang? Banggakah engkau karena aku telah mengimamimu menghadap Tuhan, maghrib itu? Adakah saat menghadap Tuhan itu hatimu berteriak kepada Tuhan, mengabarkan kepada-Nya betapa bunga hatimu?

Kulihat matamu basah. Adakah setiap saat, setiap shalatmu, matamu mampu sembab seperti itu, ibu sayang? Adakah takbirmu dalam setiap shalatmu mampu merenggut perhatian malaikat untuk gegas melaporkanmu kepada Tuhan? Adakah setiap ‘amin’-mu mampu membetot para malaikat untuk ikut serta mengaminkanmu jua?

Aku kembali menangis, ibu sayang. Dua tiga shalatku. Takbisa kutemui takbir dan amin, meluncur dari mulutku sehebat yang meluncur dari mulutmu. Dua tiga shalatku, takada shalat seindah yang kujalani denganmu, ibu sayang. Dua tiga shalatku, takada shalat, takada shalat. Selama ini aku tidak shalat, ibu sayang. Selama ini aku hanya berdiri, membungkuk, nungging. Aku hanya memperolok Tuhan, ibu sayang. Aku hanya memperolok Tuhan dengan kepura-puraan. Shalat denganmu, benar-benar kutemukan Tuhan. Di hadapanku. Di hadapan kita.

Aku kembali membalikan badan, membelakangimu. Ingin kupanjatkan doa wajibku, untukmu. Doa, agar engkau panjang usia, doa agar engkau selalu bahagia, doa agar engkau dianugerahi surga. Tetapi, aku kembali menangis ibu sayang. Mampukah aku menghadiahimu surga, sementara shalatku pun aku tak tahu seperti apa.

Sekejap saja, sudah kuusap wajahku. Sedangkan engkau, masih tengadah dengan tangan menampa. Pernah kudengar, doa ibu adalah jimat terampuh di jagat raya. Adakah engkau tengah mendoakanku, ibu sayang? Adakah sedang kauangkasakan segenap pintamu demi aku?

Ibu sayang, terima kasih kuhaturkan kepadamu. Atas ‘amin’-mu di ujung fatihahku. Terima kasih kuhaturkan, atas takbir indah yang kaueluskan ke telingaku. Terima kasih kuhaturkan, untuk air mata yang kauteteskan; di setiap shalat, dan di setiap doa. Semoga air matamu, mampu memadamkan neraka. Semoga air matamu, menjadi mata air surga. Aku mencintaimu, selamanya. Seperti harapku selalu, akan surga….
I Love u mom.. I love u So MUCH….

Mari beri berkomentar anda dilink:http://bit.ly/TerimaKasih_ibuku_sayang
Baca artikel Amazing lainnya di www.andhykasedyawan.com

Be Amazing, Amazing You!

dr.Andhyka P Sedyawan
-Amazing Coach-
Coaching-Training-Clinical Therapy
www.andhykasedyawan.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar